Jumat, 20 Mei 2011

Paragraf (pada)

Paragraf
adalah kesatuan pikiran yang mengungkapkan ide pokok yang berbentuk dalam
rangkaian kalimat yang berkaitan dengan bentuk (kohesi) dan makna (koherensi).
Bentuk paragraf

1. deduktif: inti paragraf di awal paragraf.
2. induktif: inti paragraf di kalimat terakhir.
3. campuran: inti paragraf di kalimat pertama dan terakhir.
4. ineratif: inti paragraf di tengah­tengah paragraf.
Jenis paragraf
1. narasi: menceritakan suatu kejadian berdasarkan kronologi.
2. deskripsi: menggambarkan suatu kejadian dengan kata­kata yang merangsang
indra agar realistis.
3. eksposisi: menguraikan sesuatu sejelas­jelasnya agar pembaca mudah mengerti
dan jelas.
4. argumentasi: berisi fakta yang tidak untuk persuasif melainkan hanya
menegaskan pendapat penulis.
5. persuasi: berisi ajakan untuk merubah pendapat pembaca agar sama dengan
penulis.
Pola pengembangan

1. definisi: menjelaskan sesuatu dengan jelas dengan konjungsi (adalah, ialah, yaitu)
yang tepat agar gampang dimengerti.
2. contoh: memberikan contoh agar mudah dipahami.
3. fungsional: mempunyai kegunaan tertentu untuk sang penulis.
4. kausal: menunjukkan hubungan sebab­akibat dalam suatu kejadian.
5. spasial: menulis yang berhubungan dengan tempat tertentu dan
menggambarkannya.
6. perbandingan: membandingkan sesuatu untuk menemukan perbedaan atau
persamaan.
7. kronologi: mempunyai catatan waktu yang jelas.


Contoh
1. paragraf deduktif­narasi­kronologi
Siang itu matahari bersinar dengan terik, wajar saja mengingat waktu menunjukkan

tepat pukul 13.00 siang. Di tengah lapangan tampak dua tim futsal yang tengah bertanding memperebutkan juara satu dan dua SMUKIE CUP 2008. Mereka sudah melangkah hingga ke babak final. Kedua sekolah itu, SMAK 4 PENABUR dan SMA Tarakanita 2 memang terkenal atas kepiawaian dalam berlaga bola kaki. Di stand panitia, seorang gadis berambut panjang sedang berbicara, ingin menyampaikan pesan kepada salah satu temannya yang bernomor punggung 77 dari Tarakanita.

"Ada titipan salam nih dari Anit buat tim Tarq, semoga menang yah... Oh ya, buat yang bernomor punggung 77, kenalan dong, ganteng banget deh," demikian panitia berujar lewat pengeras suara.

Si gadis pun tersenyum ringan, gembira karena pesan jahilnya telah tersampaikan. Ia kemudian menghampiri teman­temannya dari SMAK 1, lalu mengamati pertandingan yang telah berjalan separuh waktu. Tiba­tiba, matanya menangkap sesuatu pada kaos penjaga gawang lawan.

"Hah?" ia kaget hingga tak dapat berucap apa­apa. Rupanya dari tim SMAK 4 juga ada pemain yang bernomor punggung 77. Walau dalam hati ia malu tetapi muka tetap dipasang topeng pede alias percaya diri, sementara teman yang lain tidak kuasa menahan tawa melihat kejadian yang konyol itu.

2. paragraf induktif­deskripsi­fungsional

Ada suatu barang yang benar­benar sedang saya inginkan. Barang itu baru saja diluncurkan, kira­kira satu bulan yang lalu. Warnanya hitam, mengkilat, dengan desain yang elegan dan keren. Sungguh menarik. Siapapun yang memakainya tentu akan merasa percaya diri dan meningkatkan gengsi. Benda tersebut memiliki banyak fitur yang akan mempermudah gaya hidup metropolitan yang serba sibuk dan instan, seperti 3.5 G, WLAN, kamera berkekuatan 5 megapiksel, kualitas suara yang jernih, serta tentunya memori sebesar 16 GB. Hanya sayang, harganya tergolong mahal untuk usia SMA. Namun, apa boleh dikata, hati sudah terlanjur suka, apapun akan dilakukan demi mendapatkan telepon genggam pujaan hati, termasuk merayu san
ayah yang sangat menyayangi putri tercintanya ini.

3. paragraf ineratif­eksposisi­definisi
Apa itu biologi? Tentunya banyak orang yang sering bertanya­tanya mengenai
cabang ilmu yang satu ini. Ilmu yang baru didapat mulai SMP ini mempelajari segala
sesuatu yang berkaitan dengan makhluk hidup, baik manusia maupun hewan dan
tumbuhan. Ternyata, penggolongan organisme dalam biologi tidak sebatas apa yang
diketahui awam selama ini. Kingdom ­istilah untuk kelompok makhluk hidup­ terbagi
atas virus, archaebacteria, eubacteria, protista, fungi, plantae, dan animalia.
Bingung? Ya memang dalam biologi, sering digunakan bahasa Latin dalam
penulisan dan penamaan. Karena luasnya cabang biologi yang dapat dipelajari,
banyak sekali profesi yang dapat dipilih setelah selesai mempelajari, antara lain
dokter, ahli botani, peneliti, pembuat obat, bahkan hingga pengembangan teknologi

Rabu, 18 Mei 2011

Tembung Rangkep

Miturut owah orané lingga

* Dwilingga padha swara, yakuwi tembung kang diwaca kabèh linggané kaping pindho. Tuladhané: ibu-ibu, bapak-bapak, ésuk-ésuk, ramé-ramé.
* Dwilingga salin swara, yakuwi tembung kang diwaca kaping pindho nanging ana wanda vokal kang owah. Tuladhané: mloka-mlaku, mleba-mlebu, meta-metu, mrana-mrene.
Miturut tegesé

Tembung dwilingga bisa dipérang miturut tegesé utawa dadiné, yaiku:

* Dadi tembung aran. Tuladha: undur-undur, uget-uget, alang-alang, ari-ari, ali-ali.
* Dadi tembung kahanan. Tuladha: mangar-mangar, kelap-kelip, rintik-rintik.
* Mbangetaké. Tuladha: Aja asin-asin (aja asin banget), Aja seru-seru (aja seru banget).
* Tansah. Tuladha: Wis ajar kok ora isa-isa (tansah ora bisa), Arep wiwit maca kok lali-lali waé (tansah lali).
* Senadyan. Tuladha: Alon-alon (senadyan alon), cilik-cilik (senadyan cilik).
* Wektu. Tuladha: Awan-awan, bengi-bengi, bedhug-bedhug.
* Paling. Tuladha: Murah-murahé, akèh-akèhé, larang-larangé.

Tembung Dwipurwa

Tembung Dwipurwa kuwi tembung kang diwaca kaping pindho mung ing wanda kang pisanan baé. Tuladha: dedunung, tetuku, lelaku, leluri.
[sunting] Tembung Dwiwasana

Tembung Dwiwasana kuwi tembung kang diwaca kaping pindho mung ing wanda kang kapindho (mburi). Tuladha: cekikik, cekakak, jelalat, mbedhudhug, jegègès,

Wacan

* Kawruh Basa Jawa Pepak, Daryanto S.S., Penerbit Apollo Surabaya, 1999.
* Tata Bahasa Jawa, Dr. Purwadi, M.Hum. etal., Penerbit Media Abadi Yogyakarta, Cetakan Pertama Agustus 2005, ISBN 979-3525-50-9.
* Paramasastra Basa Jawa, Dr. Aryo Bimo Setyanto, SH., Penerbit Panji Pustaka, Yogyakarta, Cetakan Pertama Agustus 2007, ISBN 979-25-2732-X.

Serat Tripama

Serat Tripama
(Dandanggula)

Yogyanira kang para prajurit
Lamun bisa sira anuladha
Duk ing uni caritané
Andelira Sang Prabu
Sasrabahu ing Maespati
Aran patih Suwanda
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri prakara
Guna kaya purun ingkang dèn antepi
Nuhoni trah utama (1)

Alangkah baiknya para prajurit,
bila kalian biasa mengambil tauladan
kisah jaman dahulu.
Andalan Sang Prabu
Sasrabahu di Maespati,
Bernama Patih Suwanda.
Jasanya
mencakup tiga hal.
Dalam melaksanakan tugasnya
menjalankan perintah rajanya. (1)

Lirè lelabuhan tri prakawis
Guna bisa saniskaréng akarya
Binudi daja unggulé
Kaya sayektinipun
Duk bantu prang Manggada nagri
Amboyong putri dhomas
Katur ratunipun
Puruné sampun tetéla
Aprang tanding lan ditya Ngalengka nagri
Suwanda mati ngrana (2)

Jasanya yang mencakup tiga hal itu,
melaksakan tugasnya dengan baik,
,berjuang untuk menang,
sebagaimana halnya
ketika membantu dalam perang dengan Negara Manggada.
Memboyong 800 orang putri,
dipersembahkan kepada rajanya.
Pengorbanannya sudah nyata.
Dalam perang tanding dengan raksasa dari Negara Alengka
Suwanda gugur di medan laga. (2)

Wonten malih tuladhan prayogi
Satriya gung nagari Ngalengka
Sang Kumbakarna arané
Tur iku warna diyu
Suprandené nggayuh utami
Duk wiwit prang Ngalengka
Dénya darbé atur
Mring raka amrih raharja
Dasamuka tan kéguh ing atur yekti
Déné mungsuh wanara (3)

Ada lagi yang layak dijadikan teladan.
Satria agung dari Negara Alengka
yang bernama Kumbakarna.
Walaupun seorang raksasa,
ia berusaha melaksanakan keutamaan.
Pada saat dimulainya perang di Alengka,
ia menyampaikan saran
kepada kakandanya (untuk menghindari perang) demi keselamatan.
Dasamuka tidak menggubris sarannya
karena musuhnya hanyalah bangsa kera. (3)

Kumbakarna kinèn mangsah jurit
Mring kang raka sira tan nglenggana
Nglungguhi kasatriyané
Ing tekad datan sujud
Amung cipta mring yayah rena
Myang leluhuripun
Wus mukti anèng Ngalengka
Mangké arsa rinusak ing bala kapi
Pun ugi mati ngrana (4)

Kumbakarna diperintahkan maju perang
oleh kakandanya dan ia tidak menolak,
sebagai seorang ksatria,
walaupun dalam hati tidak menyetujui.
Hanya niat berbakti kepada orangtua
dan leluhurnya.
Alengka yang sudah jaya
saat itu akan dirusak oleh bangsa kera.
Ia pun gugur di medan laga. (4)

Wonten malih kinarya palupi
Suryaputra Narpati Ngawangga
Lan Pandawa tur kadangé
Lan yayah tunggil ibu
Suwita mring Sang Kurupati
Anèng nagari Ngastina.
Kinarya gul-agul.
Manggala golonganing prang.
Bratayuda ingadegken Sénapati
Ngalaga ing kurawa. (5)

Ada lagi yang dapat dijadikan tauladan.
Suryaputra (putra Surya) Adipati Awangga.
Yang juga adalah saudara Pandawa,
saudara seibu.
Mengabdi kepada Sang Kurupati,
Raja Negara Astina,
dan dijadikan andalan,
pemimpin di medan perang.
Dalam Baratayuda dinobatkan sebagai Senapati
Perang oleh Kurawa. (5)

Dèn mungsuhken kadangé pribadi,
Aprang tanding lan Sang Dananjaya,
Sri Karna suka manahé,
Anggonira pikantuk,
Marga dènya arsa males sih,
Mring Sang Duryudana,
Marmanta kalangkung,
Dènya ngetog kasudiran,
Aprang ramé Karna mati jinemparing,
Sumbaga wiratama (6)

Ia dihadapkan dengan saudaranya sendiri.
Berperang dengan Sang Dananjaya (Harjuna)
Sri Karna (Suryaputra) gembira hatinya,
karena mendapat kesempatan membalas budi
kepada Duryudana (Kurupati),
sehingga tidak tanggung-tanggung
ia mengerahkan segala kesaktiannya.
Peperangan berlangsung seru, Karna gugur terkena anak panah
Sebagai perwira utama. (6)

Katri mangka sudarsanèng Jawi,
Pantes sagung kang para prawira,
Amirita sakadaré,
Ing lelabuhanipun,
Aywa kongsi buang palupi,
Menawa èsthinipun,
Sanajan tékading buda,
Tan pradeba budi panduming dumadi,
Marsudèng kautaman (7)

Sudah selayaknya para perwira.
Pelajari sebaik-baiknya
pengorbanan mereka.
Jangan sampai mengabaikan keteladanannya. Karena sesungguhnya,
tidak cukup hanya tekad yang kuat.
Akhlak yang baik tidak boleh ditinggalkan
Dalam mencapai keutamaan. (7)
Diposkan oleh widodo

Istilah Dalam Karawitan

Dalam karawitan terdapat berbgagai istilah, mulai dari istilah peralatan, istilah tabuhan, pola permainan peralatan, deretan nada, vokal, jenis ketukan dan lain sebagainya, berikut adalah jenis peristilahan dimaksud:

Anak-Anakan: Bagian gendhing setelah mbok-mbokan dengan menggunakan tehnik tabuhan pancer pada instrumen Bonang Babok.
Andegan lagu: Teknik pengambilan pernafasan pada Vokal (sindenan) untuk pemenggalan kalimat lagu agar lagu yang disajikan bisa baik.
Bal: Balungan (notasi gendhing)
Bandrekan: Teknik tabuhan instrumen Bonang yang polanya saling mengisi secara bergantian antara Bonang Banbok dan Bonang Penerus khusus pada Gendhing Jula-Juli.
Banyu Mili: Salah satu teknik tabuhan instrumen Gambang yang mengalir dan berkesinambungan
Bentuk Bilah: Ricikan gamelan yang berbentuk bilah yaitu: saron demung, saron ricik, saron peking, gender penembung/slenthem, gender barung, gender penerus dan gambang.
Bentuk Kawatan: Ricikan gamelan dengan kawat yang ditegangkan sebagai sumber bunyinya yaitu: rebab, calempung, dan siter.
Bentuk Pencon: Ricikan gamelan yang berbentuk pencon yaitu: bonang panembung, bonang barung, bonang penerus, engkuk emong, kempyang, Kethuk, kenong, kempul, gong suwukan, gong kemodong dan gong ageng.
Bentuk Pipa: Ricikan gamelan yang berbentuk pipa yang dibuat dari buluh (bambu) yaitu suling. Satuan udara yang berada di dalam ricikan suling itu sebagai sumber bunyi. Ada dua buah suling, satu untuk laras slendro berlubang 4, dan satu lagi untuk laras pelog berlubang 6.
Bentuk Tebokan: Ricikan gamelan yang mengguanakan kulit atau selaput tipis yang direnggangkan sebagai sumber bunyi adalah kendhang. Ricikan kendhang menurut bentuk dan ukurannya ada beberapa macam yaitu: teteg (bedug), kendhang ageng, kendhang batangan, kendhang penuntung dan kendhang ketipung. Ricikan kendhang termasuk jenis instrumen bentuk tebokan karena bidang yang ditabuh menyerupai tebok.
Bonang Barung: Ricikan seperti halnya bonang panembung namun bentuknya sedang (lebih kecil daripada bonang panembung) yang terdiri atas 2 rancak, yaitu 1 rancak untuk laras slendro dan 1 rancak untuk laras pelog.
Bonang Panembung: Ricikan yang berbentuk pencon yang diletakkan di atas rancakan dengan susunan dua deret, bagian atas disebut brunjung dan bagian bawah disebut dhempok.
Bonang panerus: Ricikan seperti halnya bonang barung yang bentuknya kecil (lebih kecil daripada bonang panerus) yang terdiri atas 2 rancak, yaitu 1 rancak untuk laras slendro dan 1 rancak untuk laras pelog.
Buka: Melodi awal sebuah gendhing
Calempung: Termasuk dalam insrtumen petik. Dalam seperangkat gamelan terdapat 3 buah calempung, yaitu 1 untuk gamelan laras slendro dan 2 untuk gamelan laras pelog.
Cengkok: Pola permainan garap lagu dalam karawitan yang terdiri dari garap ricikan dan Vokal (sindenan dan gerongan)
Dados: Pokok (inti) gendhing yang diulang-ulang
Dikebuk: Kendhang dibunyikan dengan cara di-kebuk atau di-tepak dengan tangan pada masing-masing tebokan-nya. Khusus untuk teteg atau bedug cara membunyikannya tidak di-kebuk dengan tangan, tetapi ditabuh dengan alat pemukul.
Engkuk-kemong dan kempyang: Engkuk kemong ada 1 rancak untuk laras slendro sedangkan kempyang ada 1 rancak untuk laras slendro.
Gambang: Gambang berjumlah 3 rancak dengan bilah yang terbuat dari kayu berlian, yaitu 1 rancak laras slendro, 1 rancak laras pelog bem dan satu rancak untuk pelog barang yang masing-masing rancakan berisi 21 bilah.
Gambyak: Jenis kendangan Jawatimuran kelanjutan dari kendangan gedugan yang suasananya lebih dinamis untuk gendhing Sakcokro, Saksamirah, Sakluwung, Sakjonjang, Saklambang
Gamelan Ageng: Gamelan yang jumlah instrumennya lengkap tidak kurang dari 18 jenis.
Gamelan Pakurmatan: Gamelan yang mempunyai fungsi sangat spesifik.
Gamelan: alat musik tradisional yang dipergunakan untuk menyajikan karawitan.
Gatra: Bagian terkecil dari sebuah gendhing yang terdiri dari emapt sabetan balungan
Gatra: Nama motif langen/gendhing Jawa setiap 4 Kethukan
Gedhugan: Jenis kendangan Jawatimuran dengan menggunakan kendang satu, untuk gendhing setingkat Sakcokro, Saksamirah, Sakluwung, Sakjonjang, Saklambang, Sakayak dan Sakpamijen disajikan sebelum kendangan gambyak
Gemakan: Teknik pukulan instrumen Slenthem untuk gendhing Sakcokro, Saksamirah, dan Sakluwung.
Gembyang: Teknik tabuhan bonang yaitu 2 nada dalam satu oktaf ditabuh bersamaan gembyang ginting, gembyang pinjal, gembyang pidak
Gender Barung: Gender yang menggunakan bumbungan berjumlah 3 rancak, yaitu 1 rancak laras slendro, 1 rancak laras pelog bem dan 1 rancak lagi untuk laras pelog barang.
Gender Panembung/Slenthem: Ricikan bentuk bilah berukuran besar yang menggunakan tabung atau bumbungan yang dibuat dari bambu atau seng sebagai resonator.
Gender Panerus: Bentuknya lebih kecil daripada gender barung, berjumlah 3 rancak, yaitu 1 rancak laras slendro, 1 rancak laras pelog bem dan satu rancak untuk pelog barang.
Gendhing: Deretan nada-nada yang sudah tersusun dan bila dibunyikan akan enak didengar. Gamelan, bunyi-bunyian, Lagu dalam gamelan Jawa
Gerongan: Vokal bersama yang dibawakan lebih dari satu orang, bertempo metris dan bercengkok sama.
Gong Ageng: Dalam seperangkat gamelan ageng yang lengkap terdapat 2 buah pencon yang apabila ditabuh akan menghasilkan suara yang mengombak.
Gong Barang: Jenis gong yang ukuran besarnya diatas Gong Suwukan berlaras 1 (ji).
Gong Gedhe: Salah satu jenis Gong yang ukurannya paling besar dalam perangkat gamelan biasanya dibunyikan sebagai finalis sebuah gendhing.
Gong Kemodhong: Bentuknya seperti bilah slenthem, tetapi agak besar dan ditempatkan di atas suwekan dan terdiri atas 2 bilah yang belainan.
Gong Suwukan: Jenis Gong yang ukuran besarnya dibawah Gong Barang dan Gong Gedhe berlaras 2 (ro).
Gregel: Variasi pengembangan melodi Vokal (sindenan dan gerongan) yang lebih spesifik.
Imbal: Teknik tabuhan instrumen Saron yang polanya saling mengisi secara bergantian antara Saron I dan Saron II.
Kebyokan Mancer: Teknik pukulan Bonang Penerus, untuk gendhing setingkat Sakjonjang, Saklambang, Sakpucanggaliman untuk bagian gendhing anak-anakan.
Kebyokan Nggantung: Salah satu teknik tabuhan instrumen Gambang yang penyajian melodinya terputus-putus.
Kebyokan Pengkalan: Teknik pukulan Bonang Penerus untuk gendhing setingkat Saklambang, Sakpucanggaliman dan Sakolang-aling, pada bagian mbok-mbokan.
Kebyokan: Tehnik tabuhan pada instrumen yang mengunakan 2 (dua) tabuh dengan cara memukul dua nada yang sama yang berjarak 1 (satu) oktaf.
Kempul: Untuk gamelan laras slendro terdapat 5 buah pencon, sedangkan untuk gamelan laras pelog terdapat 6 buah pencon.
Kenong: Untuk gamelan laras slendro terdapat 5 pencon.
Ketawang: Salah satu bentuk gendhing struktur tertentu dalam karawitan Jawa, yang dalam satu gongan terdiri dari 16 Kethukan.
Kethuk: Kethuk terdiri dari 2 rancak, untuk laras slendro 1 rancak dengan nada jangga (2) slendro dan untuk laras pelog 1 rancak dengan nada jangga (2) pelog.
Kinthilan: Teknik tabuhan sekaran Saron II yang pola tabuhaanya mengikuti Saron I.
Ladrang: Salah satu bentuk dengan struktur tertentu dalam karawitan Jawa (dalam satu gongan mempunyai 32 Kethukan atau sabetan)
Lancaran: Salah satu bentuk dengan struktur tertentu dalam karawitan Jawa (dalam satu gongan mempunyai 8 Kethukan atau sabetan pukulan)
Laras Pelog: Jenis laras dalam gamelan yang intervalnya tidak sama rata dalam satu oktaf/gembyangan.
Laras Slendro: Jenis laras dalam gamelan yang intervalnya hampir sama rata dalam satu oktaf/gembyangan.
Laras: Deretan nada-nada dalam satu oktaf/gembyang yang sudah tertentu tata interval dari tinggi dan rendah nadanya.
Laras: Suara yang sesuai
Lirihan: Penyajian gendhing-gendhing dengan volume tabuhan yang halus atau pelan, semua instrumen ditabuh meskipun yang diutamakan adalah tabuh Ngarep seperti Gender, Gambang, Rebab, Calempung/Siter dan Suling dengan menggunakan variasi permainan tempo yang berbeda-beda. Bentuk penyajian karawitan Lirihan itu masih dapat di bedakan lagi berdasarkan instrumen yang dipergunakan, antara lain: Gadon, Nyamleng, Siteran, Genderan dan lain-lain.
Luk: Variasi permainan melodi Vokal sindenan.
Mbalung: Salah satu jenis tabuhan pada kelompok instrumen Balungan dan instrumen Garap yang teknik pembunyiannya sesuai dengan balungan lagu.
Mbok-Mbokan: Bagian gendhing Saklambang, dan sejenisnya yang dimainkan setelah bagian buka dan menggunakan tabuhan ngracik untuk tehnik tabuhan pada instrumen Bonang Babok.
Milah: Teknik menggesek instrumen Rebab maju satu nada dan mundur satu nada dalam tiap gatra.
Minjal: Menabuh dua nada yang sama dengan selisih satu oktaf secara bersamaan pada hitungan pertama dan ketiga pada setiap gatra, dengan mengacu nada pada hitungan ke empat.
Mipil: Teknik pukulan Gender dengan cara memukul bilah satu persatu.
Mlampah: Bentuk isian balungan gendhing dalam satu gatra yang berisi empat pukulan balungan.
Nduduk: Teknik menggesek instrumen Rebab yang dalam satu gatra terdiri dari empat kali menggesek rebab.
Ngeceg: Salah satu teknik permainan pada Instrumen Siter, dengan cara posisi jari tangan kiri menekan snar/string untuk meredam bunyi.
Ngracik: Variasi permainan melodi lagu untuk Bonang Babok, untuk gendhing setingkat Sakjonjang, Saklambang, Sakpucanggaliman dan Sakboyong.
Nibani: Bentuk isian balungan gendhing yang dalam satu gatra berisi dua sabetan balungan.
Nikeli: Tabuhan dobel
Nyacah: Teknik tabuhan Saron untuk gendhing setingkat Sakayak.
Pamangku Lagu: Bertugas menjalankan lagu yang sudah ada, serta mempertegas melodi. Dilakukan ricikan balungan yaitu: gender panembung, saron demung, saron ricik dan saron peking.
Pamangku Wirama: Bertugas menjaga irama, mempertegas tempo yang telah ada, dilakukan oleh ricikan kolotomi yaitu: engkuk-kemong, kempyang, Kethuk, kenong, kempul, gong suwukan dan gong ageng.
Pamurba Lagu: Bertugas sebagai penentu dan penuntun lagu, dilakukan oleh ricikan rebab, gender barung dan bonang barung. Khusus ricikan rebab, disamping sebagai Pamurba Lagu juga berfungsi sebagai Pamurba Yatmaka yang berarti berfungsi menunjukkan nafas, jiwa, dan karakter gendhing yang disajikan.
Pamurba Wirama: Bertugas untuk menguasai irama dalam sajian, berhak menentukan tempo dan volume serta menghentikan sajian. Tugas ini disajikan oleh ricikan kendhang.
Pancer: Tehnik tabuhan untuk instrumen Bonang Babok dan Peking dengan memukul satu nada lebih dari satu kali.
Pangkon: Seperangkat gamelan, Dalam arti tempat atau wadah untuk meletakkan bilah-bilah gamelan.
Pangrengga Lagu: Bertugas mengisi lagu, dilakukan oleh ricikan gender panerus, suling, calempung dan siter.
Paparan: Teknik pukulan instrumen Slentem untuk gendhing setingkat Saklambang, Sakolang-aling, Sakpucanggaliman dan Sakboyong.
Pathet: Batasan permainan wilayah nada pada garap gendhing.
Pathetan: Jenis lagu dalam karawitan yang disajikan sebelum gendhing dibunyikan bersuasana agung dan tenang.
Pelog: Tangganada yang terdiri atas 7 nada yang memiliki karakter tenang dan menghanyutkan.
Penanggulan: Jenis tabuhan kendang untuk gendhing sakgiro dan sakgagahan dengan menggunakan dua kendang yakni kendang ketipung dan kendang ageng, menggunakan alat pukul stik.
Pencu: Bagian menonjol dari instrumen Bonang, Kethuk, Kenong, Kempul dan Gong yang fungsinya untuk dipukul.
Penjarian: Posisi jari tangan pada teknik rebaban.
Pinjalan: Salah satu teknik tabuhan instrumen Gambang yang cara memainkannya antara teknik pukulan tangan kiri dan kanan saling bergantian.
Pithetan: Teknik untuk meredam suara gamelan dengan cara menekan bilah/pencu yang habis dipukul.
Rampak: Keselarasan pukulan gamelan antara instrumen yang satu dengan instrumen lainnya.
Rebab: Instrumen gesek yang menggunakan dua buah kawat. Di dalam seperangkat gamelan ada 2 macam rebab, yaitu rebab byur (polos satu warna) dan rebab ponthang.
Ricikan: Sebutan beberapa macam instrumen untuk setiap jenisnya.
Sak: Ukuran bentuk gendhing pada karawitan gaya Jawatimuran.
Saron Demung: Seperangkat gamelan yang memiliki 4 pangkon saron demung masing-masing 2 pangkon untuk laras pelog dan 2 pangkon untuk laras slendro.
Saron Peking: Bentuknya lebih kecil dari saron ricik dan terdapat 2 pangkon, yaitu 1 pangkon untuk laras pelog dan 1 pangkon untuk laras slendro.
Saron Ricik: Seperangkat gamelan yang memiliki 8 saron ricik yang berbentuk lebih kecil dari saron demung, yaitu 4 pangkon untuk laras pelog dan 4 pangkon untuk laras slendro.
Sekaran: Variasi permainan melodi pada kelompok ricikan Balungan dan ricikan Garap.
Seleh /dhawah: Pedoman yang digunakan untuk garap gender, rebab, gambang, bonang dan sindenan yang mengacu pada nada akhir tiap-tiap gendhing.
Sendhal Pancing: Teknik menggesek instrumen Rebab yang terdiri empat kali menggesek, kosokan ke 1, ke 2 dan ke 3 berjarak dekat , sedang kosokan ke 3 dan ke 4 berjarak panjang.
Sindenan: Vokal tunggal yang dibawakan oleh seorang Vokalis (waranggono) dengan cengkok yang lebih bebas.
Siter: Lebih sederhana dari calempung, ada yang berbentuk kotakan dan ada pula yang dibuat bolak-balik sehingga dapat berfungsi untuk laras slendro dan pelog.
Slendro: Tangganada yang terdiri dari 5 nada yang memiliki karakter merangsang, menggerakkan, penuh fantasi dan cemerlang.
Soran: Penyajian gendhing-gendhing dengan volume tabuhan yang keras, semua instrumen ditabuh kecuali Gender, Gambang, Rebab, Suling dan Siter. Penyajian Soran dapat di mainkan dengan tempo Seseg, Tanggung dan Antal.
Suwuk: Gendhing berakhir
Tab: Tabuhan
Tetegan/timbangan: Teknik tabuhan Peking yang ritmenya saling bergantian dengan instrumen Bonang Penerus.
Wadhah: Tempat untuk meletakkan atau menggantungkan bilah-bilah gamelan.
Wiled: Pola pengembangan tafsir garap ricikan dan Vokal yang berupa variasi-variasi tehnik sekaran.
Wirama: Aspek yang terkait dengan iringan gamelan dan irama gerak dalam satu tarian tertentu.
Wirasa: Aspek jiwa.
Diposkan oleh widodo

Kamis, 14 April 2011

Saloka

Saloka yaiku unèn-unèn kang gumathok kang ngemu pepindhan
A

* Adang adang tetese embun, tegesé njagakke barang mung trima sak olèh-olèhé.
* Adigang, adigung, adiguna, tegesé, wong aja ngandhelaké kaluwihané dhéwé waé. Adigang iku tegesé: kakuwatané. Adigung iku tegesé: gedhéné. Adiguna iku tegesé: kapinterané.
* Agama ageming aji, tegesé agama dadi panuntun marang tingkah laku lan bisa ngatonaké sapa sejatining dhiri.
* Aja dumeh, tegesé sapa waé aja ngagungaké jabatan, kasudibyan, utawa kalungguhané. Upamané, aja sewenang-wenang. Dupèh wong sugih ngenyèk sing mlarat, dupèh wong pinter ngenyèk sing bodho, dupèh gagah utawa ayu ngenyèk sing èlèk. Wong urip kudu brayan karo liyan, ing ngarsaning Gusti Allah kabèh menungsa utawa barang sing urip liyanè padha waé.
* Aja golek wah, mengko dadi owah, tegesé aja mburu marang pandelenganing liyan utawa tumandang kang mung golèk pangaleman. Kabèh mau bisa njalari édan dhéwé.
* Aji godhong garing utawa aji godhong aking, tegesé wis ora ana ajiné babar pisan. Wong sing tumindak culika utawa cidra ing janji biasané banjur ora diajèni déning masarakat saubengé. Saking ora ana ajiné prasasat aji godhong garing.
* Ajining dhiri dumunung ana ing lathi, ajining raga ana ing busana, tegesé aji pamulyaning (kakurmataning) wong ana ing tutur pangucapé. Banjur aji pamulyaning sing njaba ana ing sandhangané sing dienggo.
* Alon-alon waton kelakon, tegesé wong iku ora usah kesusu. Yèn nglakokaké barang iku bisa alon-alon waé, angger kelakon. Yèn kesusu malah ora tekan ing panggonan sing dituju.
* Ambeg parama arta, tegesé ndhisikaké tugas kuwajiban sing utama. Dadi nduwèni rasa tanggung jawab sing dhuwur.
* Ana catur mungkur, tegesé ora gelem ngrungokaké rerasan kang ora becik. Ing ukara iki, tembung catur tegesé omongan utawa pirembugan.
* Ana dhaulate ora ana begjane, tegesé wis arep nemu kabegjan, nanging ora sida.
* Anak polah bapak kepradah, tegesé Kelakuané anak iku apa waé sing nanggung wong tuwané. Anak iku dadi tanggungjawab wong tuwané, kalebu kabèh tidak tanduk anak. Yèn ana tindak tanduk anak sing salah, wong tuwa mesthi mèlu-mèlu disalahké wong liya. Sewaliké nèk ana tindak tanduk anak sing apik/bener, wong tuwané biasané mèlu disanjung. Iku sebabé wong tua kudu ndhidhik putra-putriné sing bener, sing ora nyalahi aturan-aturan agama, tata krama lan liya-liyané.
* Angon mangsa, tegesé golèk wektu kang prayoga kanggo tumindak.
* Angon ulat ngumbar tangan, tegesé nyawang kahanan jalaran arep nyolong utawa tindak culika.
* Asu belang kalung wang, tegesé wong asor nanging sugih.
* Asu gedhe menang kerahe, tegesé wong gedhé lan nduwé panguwasa menang kuwasané.
* Asu marani gepuk utawa asu marani gebug, tegesé njarak marani bebaya.
* Asu rebutan balung, tegesé rebutan barang kang sepélé.
* Ati bengkong oleh oncong, tegesé wong sing nduwé niyat ala olèh dalan.

B

* Baladewa ilang gapite utawa Gatutkaca ilang gapité, tegesé wong kang ilang kaluhurané. Baladewa iku wayang sing gagah pideksa, nanging wayang yèn ilang gapité ora bisa dienggo déning dhalang. Gapit iku kayu utawa lulang penyu sing kanggo njepit wayang supaya bisa ditancepké ing debog lan bisa jejeg.
* Banyu pinerang, tegesé pasulayané sedulur mesthi énggal pulihé.
* Bathang lelaku, tegesé lelungan ngliwati panggonan sing mbebayani.
* Bathok bolu isi madu, tegesé Wong asor nanging sugih kapinteran.
* Becik ketitik, ala ketara, tegesé tumandang apa waé, mengko bakal bisa ketitik (dimangertèni) endi sing becik endi sing ala (ora becik). Paribasan iki uga asring dienggo kanggo ngelingaké supaya ora susah was sumelang yèn tumindak bener, amarga ala-beciké bakal dimangertèni utawa katon.
* Belo melu seton, tegesé bisane mung melu-melu, ora ngerti sing dikarepake.
* Bubuk olèh lèng, tegesé
* Busuk ketekuk, pinter keblinger, tegesé

C

* Canthing Jali
* Cathok gawel
* Car-cor kaya kurang janganan
* Cebol nggayuh lintang, tegese duwe kekarepan sing mokal bisa klakon.
* Cecak nguntal empyak, tegese gegayuhan kang ora timbang karo kekuwatane.
* Cedhak kebo gupak
* Cincing-cincing meksa klebus
* Criwis cawis, tegese tansah mbantah prentah nanging sumadya nindhakake.

D

* Dahwen ati open, tegese nacad ananging arep dimelik dhewe.
* Datan sisip salugut kolang-kaling pinara sasra
* Dhemit ora ndulit, setan ora doyan, tegese tansah ginanjar slamet, ora ana sing ngribedi.
* Desa mawa cara negara mawa tata, tegese saben panggonan duwe cara dhewe-dhewe.
* Diwehi ati ngrogoh rempela, tegese nyuwun wis diparingi sithik, nyuwun sing akeh.
* Dom sumuruping banyu, tegese laku samar utawa meneng-menengan.
* Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan, tegese sanajan wong liya yen ana ora kepenake melu ngrasaake.
* Dudutan lan aculan, tegese padha kethikan, sing siji api-api ora ngerti.
* Durung pecus keselak besus, tegese durung sembada wis kepingin sing ora-ora.

E

* Eman eman ora keduman
* Emban cindhe emban siladan
* Embat-embat celarat
* Emprit abuntut bedhug
* Endhas gundhul dikepeti
* Enggon welut didoli udhet
* Entek jarake
* Esuk dhele sore tempe

F
G

* Gagak nganggo laring merak
* Gajah alingan suket teki
* Gajah elar
* Garang garing
* Gupak pulute ora mangan nangkane
* Gegedhen empyak kurang cagak
* Golek uceng kelangan dheleg

H

* Holopis kuntul baris

I

* Idu didilat maneh
* Idu geni.
* Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri andayani.
* Iwak lumebu wuwu

J

* Jajah desa milang kori
* Jalma angkara mati murka
* Jalma limpat seprapat tamat
* Jamur ing mangsa katiga
* Jaran kerubuhan empyak
* Jarit lawas ing sampiran
* Jer basuki mawa beya
* Jati ketlusuban luyung
* Jujul wuwul

K

* Kacang mangsa ninggal lanjaran
* Kadang konang
* Kalah cacak menang cacak
* Kandhang langit kemul mega
* Katon koyo cempaka sawakul
* Kaya banyu karo lenga
* Kebat kliwat gancang pincang
* Kebo bule mati setra
* Kebo ilang, tombok kandang
* Kebo kabotan sungu
* Kebo nusu gudel
* Kegedhen empyak kurang cagak
* Kelacak kepathak
* Kendel ngringkel, dhadhag ora godag
* Kependhem pakem
* Kesandung ing warata, kebentus ing atawang
* Kéré munggah balé
* Kutuk marani sunduk
* Kutuk nggendhong kemiri

L

* Lali karo barute
* Ladak kecengklak
* Lahang karoban manis
* Lambe setumang kari samerang
* Lanang kemangi
* Legan golek momongan
* Lumpuh ngideri jagad

M

* Maju tatu mundur ajur
* Matang tuna numbak luput
* Meneng widara uleran
* Menthung koja kena sembagine
* Merangi tatal
* Mikul dhuwur, mendhem jero
* Mrojol selaning garu
* Mulat sarira angrasa wani, rumangsa melu andarbeni, wajib melu angrukebi

N

* Nabok nyilih tangan
* Nawu lintang
* Ngagar metu kawul
* Ngemut legining gula
* Nglungguhi klasa gumelar
* Nguyahi banyu segara
* Ngrusak pager ayu
* Ngundhuh wohing pakarti
* Nguthik uthik macan dhedhe
* Nucuk ngiberake
* Nututi layangan pedhot
* Nyangoni kawula minggat
* Nyunggi lumpang kentheng

O

* Obor blarak
* Opor bebek mentas awake dhewek
* Ora gonja ora unus
* Ora mambu enthong irus
* Ora ono banyu mili mendhuwur
* Ora ono kukus tanpa geni
* Ora tembung ora tawung
* Ora uwur ora sembur
* Othak athik gathuk
* Othak athik didudut angel

P

* Pakulinan iku kodrat sing kapindho.
* Palang mangan tanduran
* Pandhitane antake
* Pitik trondhol diumbar ing padaringan
* Pupur sak durunge benjut
* Pupur sawise benjut

R

* "Rawe-rawe rantas malang-malang putung."
* Rebut balung tanpa isi
* Rindik asu digithik

S

* Sabaya pati, sabaya mukti
* Sadumuk bathuk, sanyari bumi
* Sandhing kebo gupak
* Sapa gawé nganggo
* Sapa sira sapa ingsun
* Sapa sing salah bakal séléh
* Sedhakep awe awe
* Sembur sembur adus, siram siram bayem
* Sepi ing pamrih rame ing gawe
* Sing bisa rumangsa, aja rumangsa bisa
* Sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake
* Sumur golek timba

T

* Tega larane ora tega patine
* Tembang rawat-rawat, ujare bakul sinamberawa
* Timun jinara
* Timun mungsuh duren
* Timun wungkuk jaga imbuh
* Tinggal glanggang colong playu
* Tumbak cucukan
* Tumbu oleh tutup
* Tuna sathak bathi sanak
* Tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati
* Tulung menthung

U

* Ubaya saksi.
* Ubut saksi.
* Udan gemblong omahe wong, udan gaplek omahe dhewe, meksa luwih becik ing omahe dhewe.
* Ulah semu.
* Ujaring wong pepasaran.
* Ula marani gebug.
* Ulangan cumbon.
* Ulat madhep ati arep.
* Ula-ula dawa.
* Undhaking pawarta sudaning kiriman.
* Undhaking pawarta sudaning titipan.
* Undha usuk.
* Ungak-ungak pager arang.
* Unjal angempan.
* Upaya prabeda.
* Upaya saksi.
* Urik klelet candhu tike.
* Urun rembug.
* Urun wudhu.
* Usung-usung lumbung.
* Utange nurut wulu.
* Utang lara nyaur lara, utang pati nyaur pati.
* Utang nyaur, nyilih ambalekake.
* Uwot gedebog.
* Uyah kecemplung segara.

W

* Wis kebak sundukane
* Witing tresna jalaran saka kulina
* Wiwit kuncung nganti gelung
* Wong legan golek momongan

Y

* Yitna yuwana lena kena
* Yiyidan mungging rampadan
* Yoga anyangga yogi
* Yuyu rumpung mbarong rongé

Jumat, 08 April 2011

Kethoprak

Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi

Kethoprak kalebu salah sawijining kesenian rakyat ing Jawa Tengah, ananging ugo bisa tinemu ing Jawa Wetan. Kethoprak wis nyawiji dadi budaya masyarakat Jawa Tengah lan biso ngasorake kesenian liyane, umpamane Srandul, Emprak lan sakliyane.
Bab lan Paragraf

Sajarah

Kethoprak wiwit bebukane awujud dedolanan para priya ing dhusun kang lagi nganaake lelipur sinambi nabuh lesung kanthi irama ana ing waktu wulan purnama ndadari, kasebut Gejog. Ana ing tembe kaering tembang bebarengan ing kampung /dusun kanggo lelipur . Sak teruse ana tambahan kendhang, terbang, lan suling, mula wiwit saka iku kasebut Kethoprak Lesung, kira-kira kadadeyan ing tahun 1887. Sak banjure ana ing tahun 1909 wiwitan dianaake pagelaran Kethoprak kanthi paripurna/lengkap.

Pagelaran Kethoprak wiwitan kang resmi ing ngarsane masyarakat/umum, yakuwi Kethoprak Wreksotomo, dipandegani dening Ki Wisangkoro, sing mandegani kabeh para pria. Carita kang dipagelarake yaiku : Warsa - Warsi, Kendana Gendini, Darma - Darmi, lan sapanunggalane.

Sawise iku pagelaran Kethoprak sansaya suwe dadi lan apike lan dadi klangenane masyarakat, utamane ing tlatah Yogyakarta. Ing kadadeyan sak wise Pagelaran Kethoprak dadi pepak anggone carita lan ugo kaering gamelan.

Jinis

Anane gegayutan karo pagelaran "teater" para narapraja, mula pagelaran Kethoprak, bisa dibedakke mengkene :

* Kotekan Lesung : awujud awal mulane Kethoprak lan dadi winih ing tembe mburi dadi pagelaran Kethoprak.
* Kethoprak Lesung Wiwitan : wiwitane saka kotekan Lesung ana tari-tarian lan jangkep karo carita , panguripane para tani .
* Kethoprak Lesung : Amujudake pagelaran jangkep lan nganggo carita rakyat kaering gamelan kaya ta gendang, suling, terbang lan lesung. Iki kang bakal lan lahire pagelaran Kethoprak.
* Kethoprak Gamelan : Wiwitan saka Kethoprak Lesung, dijangkepi karo carita Panji lan ageman 'mesiran' ( Baghdad ).
* Kethoprak Gamelan Pendopo : carita-caritane ngemungake carita Babad, dipagelarake nganti seprene . Pagelaranne ana ing panggung tanpa payon, nanging wis nyedhaki ana ing Gedhung/panggung , yaiku kasebut Kethoprak Pendapa ( Pagelarane ana ing 'Pendopo').
* Kethoprak Panggung : Iki pagelaran Kethoprak ingkang pungkasan , yoiku Kethoprak kang di pagelarake ana ing panggung kanti carita campur, awujud carita rakyat, sejarah, babad uga carita adaptasi saka ing nagari manca ([[Sampek Eng Tay’’, Maling saka Bagdad lan sapanunggalane ).

Saiki bisa dipirsani Kethoprak Panggung ana ing tlatah Jawa Tengah lan Jawa Wetan. Pagelarane dadi profesional kanthi amungut bayaran karcis , ugo kanggone para nayaga (pemain ) lan pradangga (penabuh gamelan ) kethoprak wis dadi panguripan. Tehnik pagelaran lan carita digawe luwih apik lan ditindaake kanthi teges lan tumemen. Conto mau bisa dipirsani ana ing Kethoprak "Siswo Budoyo" saking Tulung Agung, Jawa Wetan kang wis misuwur ana ing ngendi wae, dadi klangenane masyarakat.

Isi carita

Rupa-werna carita pagelaran Kethoprak umpama carita rakyat, dongeng, babad, legenda, sejarah lan adaptasi saka nagari manca bisa uga migunaake swasana Indonesia, contone karya Shakespeare : Pangeran Hamlet utawa Sampek Eng Tay. Carita-carita baku: Darma-Darmi, Warsa-Warsi, Kendana-Gendini, Abdul Semararupi (crita Menak), Panji Asmarabangun, Klana Sewandana (crita Panji), Ande-ande lumut, Angling Darma, Roro Mendut, Damarwulan, Ranggalawe, Jaka bodo.

Carita klangenan masyarakat bisa arupa carita pahlawanan, paperangan , carita nglempengake kabeneran biasane ing akhir carita sing gawe bebener, jujur lan baik antuk kamenangan.

Ageman para nayaga pemain di padaake karo carita kang dipagélarake, . Biasane nganggo ageman para Narapraja Jawa wektu jaman kerajaan biyen. Umpama Pangeran Wiroguna, Agemane ngangga Priyayi Jawa Pangeran saka tlatah Jawa Tengah ( Jogaakarta ), Semono uga para prajurit. Nanging ana uga ageman kang arupa simbolis ,umpama Piyantun Wicaksana aweni ageman cemeng , Piyantun suci awerni agemman pethak, ingkang kendhel agemane abang. Carita Baghdad agemane kasebuat "Mesiran" nganggo ageman sutra. Agemen Wayang wong uga ana gegayutan karo Kethoprak, utamane Kethoprak pesisran tlatah Jawa sisih pesisir Lor. Umpamane carita Angling Darma, Menak Jingga/Damarwulan.

Uga ana ageman kasebut basahan, yokuwi ageman kejawen ananging cinampur ing liyan bisa arupa ageman batik, lan beskap uga surban (biasane nganggo uga jubah). Ageman basahan iki biasane ana ing carita Menak utawa carita para wali/para ulama Islam ing sajerone praja.

Sing dadi ciri wancine Kethoprak : Carita kanthi para nayaga/pemain , kaering tabuhan (gamelan) ,Ageman tembang kang dadi tetenger kethoprak . Rembugan uga biasa nganggo tembang ,dadi tembang bisa mujudake dadi pangiring adegan, dialog, monolog ( rerasan dewe) utawa dadi narasi.

Wondene unining gamelan kanggo ngeringi tembang, adegan, ilustrasi swasana carita, swasana dramatik, kang mbedaake adegan siji lan sijine,


Kagem para maos sing kepingin midhangetake kethoprak ing format mp3 bisa ngundhuh ing kene http://apdnsemarang.wordpress.com/dagelan-ludruk-ketoprak/

Perangkat pengiring

Kendang, saron, ketuk, kenong, kempul lan gong bumbung utawa gong kemada. Gamelan jangkep biasane nganggo suling utawa terbang. kanthi tambahan keprak.

Para nayaga kethoprak biasane pinter anggone "akting" uga kudu pinter nyanyi & nari .

Para pradangga gamelan, bebarengan karo sinden (waranggono),ngeringi irama gamelan kethoprak.

Senadyan sing dienggo basa Jawa nanging kudu nganggo "unggah-ungguh" basa. bisa nganggo Jawa biasa (ngoko), basa krama, lan Krama inggil.

Ing wektu saiki, ana ing wolak waliking jaman, kethoprak uga duwe "improvisasi" kanthi wujud dagelan kethoprak. Umpamane awujud Dagelan lan Kethoprak Humor ana ing siaran Radio lan televisi. Carita bakune padha nanging dipagelarake kanthi dagelan . mligi ngemungake lan nyenengake pamirsane.Bab paugeran nomer loro. Kethoprak mau biasane wis ora nganggo unggah ungguh basa lan tatakrama, sing baku bisa gawe geguyu.Carita lan basa ora nganggo paugeran baku. Mula bisa kasebut Kethoprak ora jangkep.

Sandhiwara

Sandhiwara
Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi
Langsung menyang: pandhu arah, golèk

Sandhiwara iku pagelaran kanthi lelakon. Sandhiwara bisa migunaaké naskah utawa improvisasi kanthi spontan. Sandhiwara iki kagiyaraké dèning para pemain (aktor) sing mèmba warna dadi paraga-paraga liya kaya ing rancangané. Saiki, sandhiwara ora mung dadi tontonan ing panggung wae. Akèh sandhiwara kang kagiyaraké liwat medhia massa, kaya ta radhio lan televisi.

Sandhiwara radio naté dadi kasenengané wong akèh ing Jawa nalika ing tahun 1980-an. Sandhiwara radhio sing kondhang nalika iku antara liya: